Keluargaku........, Mungkin belum banyak yang
tahu kalau ada sebuah perjanjian maha penting yang dibuat Presiden I RI Ir Soekarno dan Presiden ke 35 AS John Fitzgerald Kennedy. Konon
penembakan John F Kennedy pada November 1963 yang membuatnya tewas secara
tragis lantaran menandatangani perjanjian tersebut.
Konon pula penggulingan Ir
Soekarno dari kursi kepresidenan wajib dilakukan jaringan intelijen AS
disponsori komplotan Jahudi (Zionis
Internasional) yang tidak mau AS bangkrut dan hancur karena mesti mematuhi
perjanjian tersebut juga tidak rela melihat RI justru menjadi kuat secara
ekonomi di samping modal sumber daya alamnya yang semakin menunjang kekuatan
ekonomi RI. selain itu ada beberapa tujuan lain yang harus dilaksanakan sesuai
agenda Zionis Internasional. Berikut ini saya coba tulis hasil penelusuran pada
tahun 1994 s/d 1998, berlanjut tahun 2006 s/d 2010, ditambah informasi dari
beberapa sumber. Tapi mohon diingat, anggap saja tulisan ini hanya penambah
wawasan belaka.
Perjanjian itu biasa disebut
sebagai salah satu ’Dana Revolusi’,
atau ’Harta Amanah Bangsa Indonesia’,
atau pun ’Dana Abadi Ummat Manusia’.
Sejak jaman Presiden Soeharto hingga Presiden Megawati cukup getol menelisik
keberadaannya dalam upaya mencairkannya.
Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva
dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy (beberapa
hari sebelum dia terbunuh) dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh
negara Swiss William Vouker.
Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun sebelumnya. Point
penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen
keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam
kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II) menerima batangan
emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan
pembangunan keuangan AS.
Dalam point penting lain
pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat perincian ; atas
penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee 2,5 persen
setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo
sejak 21 November 1965 (dua tahun setelah
perjanjian). Account khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee
tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan
klausul pengembalian harta, namun ada butir pengakuan status koloteral tersebut
yang bersifat sewa (leasing). Biaya
yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi
siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.
Biaya pembayaran sewa
kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang pencairannya hanya boleh
dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan
Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku dalam dua
tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut, yakni pada 21
November 1965.
Namun pihak-pihak yang
menolak kebijakan John F. Kennedy menandatangani
perjanjian itu, khususnya segelintir kelompok Zionis Internasional yang sangat
berpengaruh di AS bertekat untuk menghabisi nyawa dan minimal karir politik
kedua kepala negara penandatangan perjanjian itu sebelum masuk jatuh tempo pada
21 November 2965 dengan tujuan menguasai account
The HEF tersebut yang berarti menguasai keuangan dunia perbankan.
Target sasaran pertama,
’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat konspirasi super canggih
dengan ending menembak mati Presiden AS
JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan
perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan
perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi
TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’
Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi, Soekarno tidak pernah sempat
memberikan mandat pencairan fee penggunaan
kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat
tahun kemudian dalam status tahanan politik.
Sedangkan kalangan dekat
Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan dengan tudingan
terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses
perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri
itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil.
Hal
Ikhwal Perjanjian
Sepenggal kalimat penting
dalam perjanjian tersebut => ”Considering this statement, which was written
andsigned in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965
all the ownership, then the following total volumes were justobtained.”
Perjanjian hitam di atas
putih itu berkepala surat lambang Garuda bertinta emas di bagian atasnya dan berstempel
’The
President of The United State of America’ dan ’Switzerland of Suisse’.
Berbagai otoritas moneter
maupun kaum Monetarist, menilai
perjanjian itu sebagai fondasi kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini.
Ada pandangan khusus para ekonom, AS dapat menjadi negara kaya karena dijamin
hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik para raja di
Nusantara ini. Pandangan ini melahirkan opini kalau negara AS memang berutang
banyak pada Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah AS dan bukan
punya negara Indonesia, melainkan harta raja-rajanya bangsa Indonesia.
Bagi bangsa AS sendiri,
perjanjian The Green Hilton Agreement
merupakan perjanjian paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena
dalam perjanjian itu AS mengakui asset emas bangsa Indonesia. Sejarah
ini berawal ketika 350 tahun Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar
Indonesia. Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan, khususnya yang pro atau
’tunduk’ kepada Belanda lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk
batangan emas di bank sentral milik kerajaan Belanda di Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank
Indonesia). Namun secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas instruksi pemerintahnya) memboyong seluruh
batangan emas milik para nasabahnya (para raja-raja dan bangsawan Nusantara) ke
negerinya di Netherlands sana dengan
dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau disimpan di pusat kerajaan Belanda
saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah belakangan hari ketahuan.
Waktu terus berjalan, lalu
meletuslah Perang Dunia II di front Eropa, dimana kala itu wilayah kerajaan
Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman. Militer Hitler dan pasukan SS Nazi-nya
memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke Jerman. Sialnya, semua harta
simpanan para raja di Nusantara yang tersimpan di bank sentral Belanda ikut
digondol ke Jerman.
Perang Dunia II front Eropa
berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu yang dipimpin AS.
Oleh pasukan AS segenap harta jarahan SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa terkecuali harta
milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang sebelumnya disimpan pada bank
sentral Belanda. Maka dengan modal harta tersebut, Amerika kembali membangun
The Federal Reserve Bank (FED) yang hampir bangkrut karena dampak
Perang Dunia II, oleh ’pemerintahnya’ The
FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam menguasai
ekonomi dunia.
Belakangan kabar
’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal membangun kembali
ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II itu didengar pula oleh Ir Soekarno selaku Presiden I RI yang
langsung meresponnya lewat jalur rahasia diplomatic untuk memperoleh kembali
harta karun itu dengan mengutus Dr
Subandrio, Chaerul saleh dan Yusuf
Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik
harta tersebut sangat kecil. Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat itu
selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeur yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta
tersebut oleh pihak pemenang perang.
Namun dengan kekuatan
diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi AS dan Eropa
kalau asset harta kekayaan yang diakuisisi Sekutu berasal dari Indonesia dan
milik Rakyat Indonesia. Bung Karno menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para
ahli waris dari nasabah The Javache Bank
selaku pemilik harta tersebut masih hidup !!
Nah, salah satu klausul
dalam perjanjian The Green Hilton
Agreement tersebut adalah membagi separoh-separoh (50% & 50%) antara RI
dan AS-Sekutu dengan ’bonus belakangan’
satelit Palapa dibagi gratis oleh AS kepada RI. Artinya, 50 persen (52.150 ton
emas murni) dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi AS dan beberapa negara
eropa yang baru luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedang 50 persen lagi
dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan negara manapun
untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41 tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5
persen yang harus dibayarkan kepada RI melalui Ir.Soekarno. Kenapa hanya 2,5 persen ? Karena Bun Karno ingin menerapkan
aturan zakat dalam Islam.
Pembayaran biaya sewa yang
2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah account khusus a/n The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumentnya adalah
lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF,
World Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS). Kalau
dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa yang
harus dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006. Berapa besarnya ? 102,5
persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni + 1.428,75 ton
emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan para pengguna dana
kolateral milik bangsa Indonesia ini.
Padahal, terhitung pada 21
November 2010, dana yang tertampung dalam The
Heritage Foundation (The HEF)
sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5 per tahun ditetapkan dari
total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 45 tahun X 2,5 persen =
112,5 persen atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu
64.293,75 ton emas murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI. Jika
harga 1 troy once emas (31,105 gram
emas ) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa nilai sewa kolateral emas sebanyak
itu ?? Hitung sendiri aja !!
Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga
otoritas keuangan dunia manapun yang dapat mengakses rekening khusus ini,
termasuk lembaga pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya,
selain negara-negara di Eropa maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF ini, banyak taipan kelas dunia
maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan hiu yang menitipkan kekayaannya
pada rekening khusus ini agar terhindar dari pajak. Tercatat orang-orang
seperti George Soros, Bill Gate, Donald
Trump, Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra Mahkota Saudi Arabia, bangsawan Turko
dan Maroko adalah termasuk
orang-orang yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus tersebut.
George
Soros dengan dibantu ole CIA berusaha untuk membobol account
khusus tersebut. Bahkan, masih menurut sumber yang bisa dipercaya, pada akhir
2008 lalu, George Soros pernah
mensponsori sepasukan kecil yang terdiri dari CIA dan MOSSAD mengadakan
investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut.
Selain itu, George Soros dibantu dinas rahasia CIA
pernah berusaha membobol account khusus tersebut, namun gagal. Bahkan akhir
2008 lalu, George Soros pernah
mensponsori sepasukan kecil agen CIA dan MOSSAD (agen rahasia Israel) mengadakan investigasi rahasia dengan
berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF
tersebut termasuk untuk mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir Soekarno terhadap account khusus itu.
Padahal Ir Soekarno atau Bung Karno tidak pernah memberikan mandat
kepada siapa pun. artinya pemilik harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni
Bung Karno sendiri. Sampai saat ini
!!
Penjahat Perbankan
Internasional Manfaatkan Saat Ada Bencana Alam Besar
Sialnya, CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan
kalangan bankir papan atas dunia yang merupakan penjahat kerah putih (white collar crime) untuk menerbitkan
surat-surat berharga atas nama orang-orang Indonesia. Pokoknya siapa pun dia,
asal orang Indonesia berpassport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya.
Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guaranted, dan
lainnya. Nilainya pun fantastis, rata-rata di atas 500 juta dolar AS hingga 100
miliyar dolar AS.
Ketika dokumen tersebut
dicek, maka kebiasaan kalangan perbankan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat
menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankan akan memberikan bank officer khusus bagi surat berharga
berformat Window Time untuk sekedar
berbicara sesama bank officer jika
dokumen tersebut akan ditransaksikan. Sesuai prosedur perbankan, dokumen jenis
ini hanya bisa dijaminkan atau dibuatkan rooling
program atau private placement
yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan High Yield antara 100 persen s/d 600 persen per tahun.
Nah, uang sebesar itu hanya
bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan. Makanya, ketika terjadi musibah
Tsunami di Aceh dan gempa di DIY, maka dokumen jenis ini beterbangan sejagat
raya bank. Brengseknya, setiap orang Indonesia yang namanya tercantum dalam
dokumen itu, masih saja hidup miskin blangsak sampai sekarang. Karena
memang hanya permainan bandit bankir kelas hiu yang mampu mengakali cara untuk
mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Di sisi lain, mereka para
bankir curang juga berhasil membentuk opini, dimana sebutan ’orang stress’, sarap atau yang agak halus ’terobsesi’
kerap dilontarkan apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak,
miliyaran dollar AS yang berasal dari Dana Revolusi atau Harta Amanah Bangsa
Indonesia. Opini yang terbentuk ini bagi pisau bermata dua, satu sisi
menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus tersebut tidak terotak-atik, namun sisi lainnya para
bankir bandit dapat memanfaatkannya demi keuntungan pribadi dan komplotannya
ketika ada bencana alam besar di dunia, seperti bencana Tsunami di Jepang
baru-baru ini. Tapi yang paling berbahaya, tidak ada pembelaan rakyat,
negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada dan mesti
diperjuangkan bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
Kaitannya dengan Satria Piningit, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, Ratu Adil
Penulis punya pengertian,
ketika Satrio Piningit sudah
melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin maka beliau menjadi Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (SPSW) karena kecintaannya yang teramat
sangat kepada TUHAN ALLAH.
Takut akan TUHAN dengan
mencintai-NYA dengan segenap hatinya menjadi awal setiap langkah beliau dalam
melaksanakan tugas membawa rakyat Nusantara maupun umat manusia menuju
kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki. Ketika semua umat manusia pada
umumnya dan rakyat Nusantara pada khususnya sudah mendapatkan kesejahteraan dan
kemakmuran yang hakiki itu, maka beliau mendapat sebutan sang Ratu Adil.
Kami juga berkeyakinan, sang
SPSW yang mampu mendapatkan kembali harta abadi rakyat Nusantara, bagaimana pun
prosesnya. Karena kepemimpinannya memang mendapat bimbingan langsung TUHAN
Pemilik Semesta Alam. Semua harta itu akan diserahkan kepada negara yang
dipimpinnya untuk dikelola demi kesejahteraan dan kemakmuran segenap pemilik
sejatinya, yakni bangsa Nusantara ini !!