Selasa, 22 Januari 2013

SEJARAH PENERJEMAHAN ALQUR’AN


Kitab Suci Alquran dan Terjemahnya.


Keluargaku......, Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat dan petunjuk. Kitab suci umat Islam itu berfungsi sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 2, “Kitab Alquran ini tak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang beriman.”

Kitab suci Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, tetapi Islam tak hanya berkembang di Jazirah Arab, bahkan hingga ke seantero dunia. Sejatinya, Alquran—sebagai kitab suci—tak hanya wajib dibaca, tetapi juga dikaji, dipahami, dan diamalkan.

Perintah untuk mengkaji, memahami, dan mengamalkan ayat-ayat Alquran itu tercantum dalam Surah Al-Qamar [54]: 17, “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran.”

Seiring berkembangnya ajaran Islam, maka muncullah keinginan dan kesadaran untuk menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Upaya untuk menerjemahkan Alquran itu telah dimulai beberapa belas abad silam—ketika Islam mulai menyebar ke berbagai benua—bahkan pada saat Rasulullah SAW masih hidup.

Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain bukanlah pekerjaan mudah. Betapa tidak. Alquran merupakan mukjizat yang menggunakan bahasa Ilahiyah, yang tak mungkin dapat ditandingi manusia manapun.

Menerjemahkan Alquran selalu menjadi sebuah problematika dan isu yang sulit dalam teologi Islam. “Karena Muslim menghormati Alquran sebagai mukjizat dan tak bisa ditiru,” ujar Afnan Fatani (2006) dalam “Translation and the Qur'an”.

Terlebih, kata-kata dalam Alquran memiliki berbagai arti tergantung pada konteks, sehingga untuk membuat sebuah terjemahan yang akurat amatlah sulit.

Menerjemahkan Alquran bukanlah usaha untuk menduplikasi atau mengganti teks Alquran yang asli.

Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan manusia tidak sama dengan Alquran itu sendiri. Keaslian dan kemurnian Alquran dijaga oleh tangan Ilahi.

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]:9).

“Usaha manusia dalam menerjemahkan bahasa Ilahiyah sangat tergantung pada kapasitas manusia itu sendiri,” ungkap Ziyadul Ul Haq dalam bukunya “Psikologi Qurani”.

Lalu, sejak kapan upaya penerjemahan Alquran ke dalam bahasa lain mulai dilakukan? Menurut Afnan Fatani (2006) dalam "Translation and the Qur'an", upaya menerjemahkan ayat-ayat Alquran boleh dibilang pertama kali dilakukan pada era Rasulullah SAW.

Suatu hari, Nabi Muhammad SAW pernah berkirim surat kepada dua penguasa, yakni Kaisar Negus dari Abysssinia dan Kaisar Heraclius dari Bizantium. “Dalam surat itu, Rasulullah mencantumkan ayat-ayat dari Alquran,” papar Afnan.

Dalam sebuah sarasehan ilmiah bertajuk Melacak Sejarah Penerjemahan Alquran yang diselenggarakan Universitas Islam Madinah Al-Munawwarah akhir 2007 lalu, terungkap bahwa pertama kali penerjemahan surah Alquran dilakukan ke dalam bahasa Persia.

Guru besar sastra Arab Universitas Islam Madinah Al-Munawwarah Syekh Tamir Salum mengungkapkan, berdasarkan data sejarah, permintaan untuk menerjemahkan Alquran diajukan oleh umat Islam dari Persia. Mereka memohon kepada Salman Al-Farisi untuk menerjemahkan kepada mereka beberapa ayat Alquran.

Salman kemudian menerjemahkan untuk Muslim Persia tersebut Surah Al-Fatihah. Salman merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang berasal dari non-Arab. “Ia berasal dari Desa Ji di Isfahan, Persia,” papar Syekh Salum.

Menurut dia, terjemahan yang terbanyak dan diulang berkali-kali adalah ke bahasa Melayu, Indonesia, dan Turki.

Versi lengkap

Sedangkan, penerjemahan Alquran secara lengkap pertama kali dilakukan pada 884 M di Alwar (Sindh, India sekarang bagian dari Pakistan).

Terjemahan Alquran tersebut, sebagaimana dikutip dari laman Wikipedia, dibuat atas perintah Khalifah Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz. Saat itu, penguasa Hindu Raja Mehruk memohon agar kitab suci umat Islam itu diterjemahkan.

Sebuah terjemahan Alquran berbahasa Persia dari abad ke-11 M juga telah ditemukan. Namun, hingga saat ini tidak diketahui siapa pemilik karya terjemahan yang diberi judul “Qur'an Quds” ini.

Afnan menambahkan, seorang cendekiawan terkemuka Shah Waliullah juga pernah menerjemahkan Alquran secara lengkap ke dalam bahasa Persia. Sedangkan, Syekh Rafiuddin dan Syekh Abdul Qadir menerjemahkan Alquran secara lengkap ke dalam bahasa Urdu. “Pada 1936, barulah terdapat terjemahan Alquran ke dalam 102 bahasa yang ada di dunia,” papar Afnan.

Syekh Salum memaparkan, Alquran telah diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa dan disusul ke dalam bahasa bangsa-bangsa Asia. Namun, kata dia, sangat disayangkan masih adanya perbedaan antara terjemahan Alquran di negara-negara Asia dan Eropa.

Perbedaan tersebut terjadi karena di Eropa banyak terjadi distorsi, baik berupa penambahan ataupun pengurangan. “Selain itu, orang-orang Eropa menganggap Alquran sebagai teks biasa, tidak sama dengan orang-orang Asia yang sangat menjunjung tinggi kesucian Alquran,” kata Syekh Salum.

Penerjemahan Alquran ke berbagai bahasa Afrika, ungkap Salum, baru dilakukan pada saat para penjajah Barat datang ke benua hitam itu. Yang melatarbelakangi upaya penerjemahan tersebut karena adanya desakan dan permintaan kaum Muslimin Afrika terkait kebutuhan yang mereka rasakan.

Dibukukan

Upaya pembukuan karya terjemahan Alquran mulai dilakukan oleh orang-orang Eropa pada abad ke-12 M.

Adalah Kepala biara Gereja Cluny, Petrus Agung atau Peter The Venerable asal Prancis, menurut el-Hurr dalam tulisannya yang berjudul "Barat dan Alquran: Antara Ilmu dan Tendensi", yang pertama kali menerjemahkan Alquran secara tertulis pada 1143 M.

Dibantu seorang teolog abad pertengahan berkebangsaan Inggris, Robertus Ketenensis atau juga dikenal dengan nama Robert dari Ketton, dan Hermannus Dalmatin atau juga dikenal dengan nama Herman dari Carinthia, Petrus Agung kemudian menerjemahkan teks Alquran ke dalam bahasa Latin yang diberi judul 'Lex Mahumet Pseudoprophete'.

Menurut el-Hurr, Petrus Agung menerjemahkan Alquran untuk mendapatkan pengetahuan tentang kitab suci umat Islam yang pada zamannya menjadi agama yang berkembang pesat di Andalusia, Spanyol.

Salinan terjemahan tersebut sekitar empat abad lamanya hanya dimiliki oleh pihak gereja untuk dipelajari dan tidak diizinkan dicetak di luar gereja dengan alasan supaya umat Kristen tidak mempunyai kesempatan mempelajari Alquran terjemahan tersebut, hingga tidak akan ada penganut Kristen yang murtad dari agamanya.

Pertengahan abad ke-16 M, tepatnya 1543, di bawah pengawasan seorang berkebangsaan Swiss bernama Theodor Bibliander, terjemahan ini kemudian dicetak ulang untuk pertama kalinya.

Pada 1550, untuk kedua kalinya terjemahan Alquran ini dicetak ke dalam tiga jilid, meskipun terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan yang tidak sedikit dalam terjemahan karya Petrus itu.

Meski begitu, terjemahan Alquran karya Petrus tersebut dapat diterima oleh bangsa Eropa, dan dalam waktu singkat menyebar luas di tengah-tengah masyarakat non-Muslim.


Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Nidia Zuraya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar